Kisah Maruli Simanjuntak, Jenderal Air dan Satu Kelemahannya

Jakarta – Ada kelakar di tengah masyarakat, khususnya di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Bila Maruli Simanjuntak melintas, sapi dan kuda di sana biasa saling melirik. Mereka sepertinya tahu jika Maruli datang, itu artinya air sudah dekat.
Saat menjabat Pangdam Udayana (2020-2022), dengan rentang wilayah operasi mencakup Bali, NTB, hingga NTT, Maruli Simanjuntak membangun lebih dari 100 pompa hidram. Hal itu bermula ketika tengah berkeliling dengan sepeda motor trail di wilayah NTT, dia melihat banyak petani yang tidak pergi ke ladang karena tak ada air.

Maruli berpikir problem ini harus segera diatasi karena bisa menjadi bom waktu di masyarakat. Dia lalu mencari kolega untuk membantu melalui CSR. “Kemudian anggota membuat pompa hidrolik untuk mengatasi masalah air di NTT dan berhasil,” katanya dikutip dari Koran Tempo, 18 Agustus 2023.

Sejak itu, banyak permintaan masyarakat untuk dibuatkan pompa air hidrolik. Para Babinsa pun dilatih dan dikerahkan untuk membangun dan mengoperasikan pompa. Dari situlah kemudian Maruli mendapat julukan ‘Jenderal Air’.

Dari NTT, proyek pompa air itu menyebar ke daerah lain, seperti Una-una. Di wilayah Sulawesi Tengah, ada pompa air dengan pipa membentang sejauh 6 kilometer melewati laut yang mereka buat. Pipa air itu untuk kebutuhan masyarakat di kampung.

Kepedulian alumnus Akabri 1992 itu soal air bersih, menurut Kasrem 161/Wira Sakti, Kupang, NTT, Kolonel CPL Simon Petrus Kamlasi, telah dimulai saat bertugas sebagai Danrem 074/Warastratama di Surakarta, 2016-2017. Dia melihat kondisi geografis di Wonogiri kontur tanahnya bergunung-gunung dan kering. Lokasi lahan pertanian warga sebagian besar berada di ketinggian sehingga cuma mengandalkan air dari hujan. Padahal sebenarnya tersedia sumber air melimpah dari anak-anak sungai di kawasan lembah.

Maruli lantas memerintahkan jajaran Korem bahu-membahu dengan warga setempat untuk membangun dam (bendungan kecil), dan embung-embung untuk cadangan air pada waktu kemarau. Air yang tertampung kemudian dinaikkan dengan pompa hidrolik untuk mengairi lahan pertanian di kawasan bukit.

“Total saat itu Korem 074/Warastratama bersama warga membangun 17 dam, 6 tanggul, dan 3 embung yang tersebar hingga Klaten dan Sukoharjo,” tulis Kamlasi di detikcom, 18 November 2023.

Dari Bali, bintang Maruli bertambah menjadi tiga dengan jabatan Panglima Kostrad. Pada 29 November lalu bintangnya kembali bertambah menjadi empat setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) melantiknya menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).

Segelintir orang yang nyinyir mengaitkan pangkat dan jabatan tersebut dengan sosok Jenderal Luhut B. Pandjaitan. Sejak 1999, Menko Maritim dan Investasi itu menjadi ayah mertua Maruli.

Mereka seolah lupa bahwa pada 22 November 2018, Presiden Jokowi melantik Jenderal Andhika Perkasa sebagai KSAD. Tiga tahun kemudian (17 November 2021), Andhika kembali dipromosi menjadi Panglima TNI menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto, yang kini menjabat Menteri Agraria. Untuk diketahui, Andhika adalah menantu Jenderal Hendropriyono, yang menjadi Kepala BIN di era pemerintahan Megawati.

Jauh sebelum itu, pada 30 Juni 2011, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengangkat Pangkostrad Letnan Jenderal Pramono Edhie Wibowo menjadi KSAD menggantikan Jenderal George Toisutta, yang memasuki usia pensiun. Pramono adalah adik kandung Ibu Negara Ani Yudhoyono atau adik ipar Presiden SBY.

Di era Orde Baru, Presiden Soeharto juga pernah mengangkat adik iparnya, Jenderal Wismoyo Arismunandar, menjadi KSAD untuk periode 1993-1995. Wismoyo merupakan suami Siti Hardjanti, yang merupakan adik kandung Ibu Tien Soeharto.

Tentu saja, baik Andhika, Pramono Edhie, maupun Wismoyo meraih promosi dan menempati jabatan strategi bukan semata karena menantu atau adik ipar presiden. Lebih dari itu, mereka punya rekam jejak yang mumpuni sebagai anggota militer. Di dunia militer, ada Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi yang menilai plus-minus para kandidat yang tepat untuk menempati suatu posisi. Dengan demikian kemungkinan unsur like and dislike dapat dihindari seoptimal mungkin.

Kembali ke sosok Maruli Simanjuntak. Lelaki kelahiran Bandung, 27 Februari 1970 ini banyak mendapatkan penugasan di lingkungan Kopassus. Dia pernah menjadi Komandan Detasemen Tempur Cakra, Komando Pusat Pendidikan dan Latihan Pasukan Khusus, hingga Asisten Operasi Danjen Kopassus, dan Komandan Grup A Paspampres.

Untuk menempati posisi itu, Maruli bersama beberapa perwira lainnya menjalani tes khusus. Namanya direkomendasikan oleh Komandan Paspampres Mayjen Doni Monardo kepada Kepala Kantor Sekretariat Presiden Andi Wijayanto. Saat nama-nama kandidat itu disodorkan, Presiden Jokowi mempertanyakan kepada Andi siapa sosok yang terbaik. “Brigjen Maruli Simanjuntak,” jawab Andi.

“Apa kelemahan dia,” Jokowi kembali bertanya. “Satu-satunya kelemahan dia adalah (jadi) menantu Luhut Binsar Pandjaitan,” jawab Andi Wijayanto seperti tertuang dalam buku ‘Luhut Binsar Pandjaitan Menurut Kita-kita’ karya Peter F Gontha dan Mahpudi.

Menilik rekam jejak Maruli Simanjuntak, mereka yang nyinyir dengan mengaitkan seolah ada unsur nepotisme dalam pengangkatannya sebagai KSAD ada baiknya menyimak kembali pernyataan Jenderal George Toisutta. Proses pemilihan dan penentuan calon KSAD, kata dia, dilakukan secara profesional. Dasar pertimbangannya adalah jenjang kepangkatan dan kapabilitas masing-masing kandidat, bukan masalah hubungan kekerabatan yang bersangkutan dengan pejabat.

“Saya katakan letnan jenderal. Kalau bilang iparnya Pak SBY, dia letnan jenderal. Jadi jangan bilang ipar. Kita tidak ipar-iparan, tidak ada ikatan keluarga, di militer adalah profesional,” kata Toisutta.